Wednesday, June 8, 2022

Bocah 80-an Harus Mandiri

Srek srek srek...
Terbayangkan, menyapu lantai memakai sapu lidi, agak susah, bukan sampah yang disapu tapi debu.
Belum kepikiran mengantikan sapu lidi dengan sapu ijuk.
Karena bentuk ketrampilan siswa tahun 80-an hanya membuat sapu lidi dari daun kelapa, dan asbak dari lempung.

Selesai menyapu lantai kelas, selanjutnya menghapus papan tulis hitam, buk buk buk...penghapus kecil dari kain diisi kapuk, debu kapur berterbangan, salah-salah muka jadi putih semua.
Sebelum pulang, ada yang tak pernah aku lupa, untuk memungut sisa kapur papan tulis.
Ini penting!
Mandiri

Ada aturan di rumah, setiap hari Minggu, seragam dan sepatu wajib dicuci sendiri.
Masih bocah sudah dibebani tanggung jawab, Mamaku tak perduli, mau bagaimana rupa seragam dan sepatuku di hari Senin, mau bersih atau lecek...
Mama takkk perduli, up to you.

Sepatuku berwarna putih berbahan kanvas model Bruce Lee. Alasnya lepek tipis, ketusuk paku saja, pasti tembus, cuman model begini yang lagi ngehit, merk Titania.

Sepatuku ini, sebenarnya sudah tak layak pakai, bagian belakangnya sudah rubuh, keseringan aku injak. Tapi apa daya, belum mampu beli yang baru.  Supaya bersinar cerah kembali, aku punya kiat sendiri. Inipun hasil bisik-bisik sesama teman senasib.

Sepatu direndam, sikat memakai sabun batangan cap 'tabe' (bahasa dayak yang berarti salaman),  warnanya sabun hijau. Setelah bersih, barulah kapur tulis digosok di permukaan sepatu, jemur di matahari. Kalau mendung, sepatu aku taruh di belakang kulkas, terjepit diantara teruji besi.
Lumayan kering,  cuman sepatu jadi kaku, mirip kerupuk kulit. 
Sepatu satu-satunya yang kusam jadi putih kembali, cuman  kalau berjalan, berterbangan debu kapur di lantai. Polusi udara.

Untuk seragam atasan putih, bilasan terakhir tak lupa dikasih belau, sering sih warna baju putih, malah berubah kebiruan,  kebanyakan belau, kadang butiran belau masih nempel.

Paling repot, nyetrika baju, harus manasin arang dulu. Setrika arang  ayam jago, beratnya minta ampun, salah-salah bisa berlubang baju seragam.

Setrika arang harus pakai perasaaan, karena tak ada lampu otomatis menyerta suhu. Kalo dirasa setrika kepanasan, taruh dulu di atas daun pisang, diamkan, sampai suhu agak normal.
Tempel lagi ke baju yang sudah dipercikan air, Maknyessss...berbunyi, uap mengepul.

Yang bikin sebel, kenapa rok bawahan SD harus lipit-lipit, kan bikin kerjaan.Sementara rok anak SMP, nggak pakai rimpel, warna biru lipat dua kiri dan kanan, anak SMA, warna abu-abu lipat satu di tengah. 
Untuk  ukuran rok SD, panjangnya harus 5 cm di atas,pendek, apalagi celana anak laki, ketat dan pendek sekali, jaman sekarang mana ada bocah mau pakai celana pendek, auratkan.   
Kembali ke rimpel yang bikin susah setrika, apakah rimpel ini bertanda, perjalanan panjang sekolah dasar selama 6 tahun, terasa laaaamaa sekali. Perjuangan buat pintar,.sampe berimpel-rimpel.
Ah sudahlah,  aku mengantung hasil setrikaanku di paku pintu kamar, senyum-senyum, puas. 
Begitulah, mau terlihat rapi dan cantik perlu kerja keras.
Walau ini seragam satu-satunya, runtuhan dari kakak.
Aku masih bersyukur.
Banyak yang lebih parah dari seragam merah putihku.
Ya begitulah, Een kecil terlihat lebih manis, walau atributnya sangat sederhana.

Palangka Raya 1981
#menulisKenangan
#SepatuSeragam merah putih.

No comments:

Post a Comment