Thursday, October 29, 2015

Terasiring Sawah Tegallalang, Ubud.

Masih ingat nggak, pelajaran Sekolah Dasar. Di Provinsi manakah yang mengunakan sistem(irigasi) pengairan sawah yang terbaik di Indonesia. Sistem pembagian air/untuk petani demi kemakmuran dan kesuburan padi. banyak ditiru oleh petani di Indonesia

Ingat nggak, sawah yang dibuat bertingkat-tingkat?
Ingat ?

Subak dan Terasiring

Terasiring sawah (Foto: Asep Mulyadi)
Subak adalah Sistem irigasi sawah khas Bali. Terasiring adalah cara membuat petak sawah untuk mencegah erosi.

Subak adalah organisasi kemasyarakat yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang dipergunakan dalan cocok tanam di Bali. Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan tehnologi sederhana yang sepadan telah menyatu  dengan karakteristik sosioagraris-relegius masyarakat setempat. Tahun 2012 UNESCO, mengakui subak Bali (Bali Cultur Landscape), sebagai situs Warisan Dunia, pada sidang pertama yabg berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.
Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/subak_(irigasi)


Itu yang saya ingat tentang irigasi sawah di Bali yang sudah mendunia.
Khususnya di Ubud, Kabupaten Gianyar Bali, menawarkan wisata tetap berbasic pedesaan. Menawarkan pesona alam hijau yang indah khususnya sawah. inilah menjadi daya tarik di Ubud. Sistem Subak dan terassiring menjadi pesona yang terpisahkan.

Terasiring atau sengkedan merupakan metode konservasi yang membuat teras-teras, yang dilakukan untuk mengurangi panjang lereng, menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memperbesar peluang air oleh tanah.
Di Tegalalang Bali, kita bisa melihat keindahan pemandangan sawah yang indah dan asri, yaitu terasiring tipe teras bangku atau teras tangga dan teras gulud.

Teras bangku, dibuat pada lahan dengan kelerengan 10-30% dan bertujuan untuk mencegah erosi. Teras Gulud dubuat pada tanah ang mempunyai kemiringan 10-50% dan bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah.


Di  Tegallalang yang berjarak lebih kurang 10 km dari ubud. Sebenarnya sih deket, cuman karena wisatawan banyak yang datang, otomatis macet bener. Maklumlah, jalannya kecil, hanya memuat dua mobil dengan dua arah, harus hati-hati menyupir. Mepet, padet dan macet. Begitulah berlibur, harus sabar dan enjoy sajalah.

Semua susah payah menuju lokasi Tegallalang Rice Terraces, terbayar waktu melihat keindahan sawah yang menyebar sepanjang lereng di lembah.
Lokasi pinggir jalan yang tinggi dan berangin, kita harus berjalan menurun untuk bisa melihat langsung terasiring sawah. 

Ngapain aja disini?

Ramai dengan wisatawan asing (Foto: Asep MUlyadi)

narsis juga ah... (Foto:Asep Mulyadi)
Biasanya, di Tegallalang, kita mengambil foto. Ada pula petani tua yang menawarkan diri untuk berpose dengannya. Petani itu membawa dua pikulan berisi rumput dan bertopi anyaman yang terbuat dari daun kelapa. Bisa ditawar berapa sekali foto. Kebetulan saya datang di tengah hari, jadi hanya penikmat suasana alam dari bangku di pinggir jalan saja.

Bagi saya, melihat Terasiring di Tegallalang Bali, mengingatkan di kampung saya di desa Cikalahang Cirebon. Di sana, juga masih banyak sawah, hanya terasiring yang dipergunakan tipe teras datar, karena sawah tidak terletak di lereng lembah. Sama, namun memiliki ke khas sendiri.
Kata Kang Asep, Terasiring Tegallang, dulu lebih indah dari sekarang. Sekarang, sawah banyak di jual petani, berganti dengan sawah beton. Buktinya, sawah terasiring  tinggal sedikit pemandangannya, tidak menghampar sepanjang lembah. 

Saya melihat di kejauhan, petani duduk di gubuk sawah. Saya berharap sawahnya, masih memberikan panen berlimpah, karena hampir 4 bulan tak ada turun hujan. Saya menjadi pesimis, ditahun mendatang, Tegallalang akan menghilang, lahan pertanian akan terus tergerus dengan industri dan termakqn jaman.

Di Tegallalang kini,  sawah sebagai pujaan, padi-padi sebagai harapan. dan hidup hanya untuk terus bertahan.

Pasar Seni sepanjang jalan

Puas melihat terasiring sawah Tegallalang. Saya kembali ke mobil, sepanjang pinggir jalan banyak penawarkan souvenir yang berlimpah. Kita harus pandai menawar. Katakan, "terima kasih" pada penjual souvenir yang suka memaksa dagangannya. Lakukan dengan santun dan senyum, kita akan terbebas dari kerumunan penjual souvenir.

Perjalanan wisata hari ini selesai. Kembali ke hotel, besok dilanjutkan kembali.



Kiri: My Guide Gretong dan tukang foto tercinta (Asep Mulyadi)

4 comments:

  1. Pemandangan hijau menyejukkan mata itu, semoga masih bertahan uyk ke depannya, ya, Mbak. Semoga para petani tdk tergoda utk melego terasiring nya yg indah itu menjadi sawah beton. Slmt melanjutkaan jalan2nya, Mbak Endah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasihhhh.

      semoga, setiap jengkal lahan masih bisa. bertahan.

      Delete
  2. Sawah terasering itu menurutku budaya sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat Bali, semoga bisa dilestarikan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Budaya yang menyatu dalam kehidupan agama Hindu di Pulau Bali. Mrnghargai alam sebagai bentuk syukur kepada Sang Hyang Widi Wasam Semoga tetapa lestari. walauuuuum...sedikit pesimis

      Delete