Thursday, October 15, 2020

Cidomo di Gili Air | Part 3

"Ini dokar?"
"Bukan."
"Dokarrr," teteup keukeh.
"Bukannn, Cidomo, bu."

Oh...
Cidomo


Nama yang asing bagi saya yang pertama kali liburan ke Gili Air, Lombok Utara.
Kalau diperhatikan, Dokar dan Cidomo, sama-sama transportasi darat yang mempergunakan tenaga kuda.
Trus apa bedanya?
Si abang Cidomo, menjelaskan perbedaannya dengan menunjuk ke arah roda Cidomo.
Oooooo, begitu ya.
.
Di Gili Air, alat transportasi utama, ya, Cidomo ini.
Adanya aturan dari Pemda, nggak boleh mempergunakan transportasi mesin. 
Ini sebagai upaya agar  menjaga udara tetap bersih, bebas polusi dari asap mesin dan kebisingan.
Ada juga transportasi lain, sepeda dan jalan kaki, keduanya juga bagus buat kesehatan tubuh, agar selalu bugar

Suka-suka deh, sepedaan atau jalan kaki

ini juga boleh dicoba...

Kembali ke cerita seputar Cidomo.

si abang

Tidak diketahui sejarah tahun dan kapan Cidomo hadir di Pulau Lombok dan tiga Gili.
Yang pasti, Cidomo adalah hasil modifikasi pemikiran seorang kusir yang cerdas (pendapat saya loh).
Pasti Pak Kusir setengah mati berpikir:  Bagaimana menciptakan alat transportasi darat tanpa mesin, daya tampung luas, body gerobak sederhana, pergerakan lebih cepat dan memperingankan tenaga kuda.
Nah...terlahirlah CIDOMO akromin dari modifikasi tiga transportasi darat tradisional dan modern: Cikar, Dokar,Mobil 

Kita terangkanlah satu-satu persatu (beginilah mantan guru Sejarah kalo menulis)

• Cikar
Pasti bingung, bagaimana penampakan cikar. 
Padahal kita sering melihat Cikar di desa-desa di Pulau Jawa, Sumatra dan Lombok
Cikar, di Pulau Jawa namanya Pedati atau gerobak sapi.

Cikar atau pedati (sumber google)

Cikar adalah alat transportasi tradisional, khusus mengangkut barang hasil bumi.  
Kerangka cikar  atau pedati terbuat  berbagai macam kayu, yang ditarik oleh dua ekor sapi atau lembu. Bagian kerangka gerobak kayu inilah menjadi bagian dari Cidomo.
Pedati dikendalikan oleh bajingan...hah, penjahat!
Tunggu dulu.

Bajingan, sebutan lain kusir pedati, tugas mulia (orang yang ditunggu tunggu) berubah menjadi orang yang takuti, kata bajingan ini mengalami perubahan makna dari positif menjadi negatif.

Kok bisa begitu, ada ceritanya nih.
Juragan selalu geram, saat menunggu hasil bumi yang diangkut pedati, selalu datangnya terlambat. Maklum saja, pedati ditarik oleh dua ekor sapi yang jalannya lambat, akhirnya juragan nggak sabaran, pengumpat: "Dasar Bajingan!" maksudnya Dasar kusir pedati.

Lain waktu juragan marah-marah marah lagi  (sabar, sabar, sabar Juragan) karena setiap hasil bumi diturunkan dari pedati, selalu berkurang sedikit jumlahnya. Kecurangan yang dilakukan pengawal juragan  yang memerintahkan pada bajingan, untuk berakin barang angkutan, istilah berak, menurunkan atau mengutil barang muatan di tengah jalan. tanpa diketahui pemilik barang, jelaskah juragan tambah marah, lagi-lagi si kusir pedati kena maki "Dasar Bajingan!!! 
Padahal bajingan nggak tau apa-apa, orang baik.
Itulah, cerita seputar Cikar atau pedati.

• Dokar
Moda transportasi darat yang sudah ada sejak jaman Hindia Belanda, pernah berjaya pada masanya.
Dokar sinonim dengan bendi, sado, kereta kuda, delman.

Dokar hanya mengandalkan tenaga kuda. Bagian (mesin pengerak ) tenaga kuda inilah yang dimenjadi bagian dari Cidomo.

Perbedaan terbesar Cidomo dan Dokar, kata si abang tadi (lupa nanya namanya siapa) terletak pada RODA-nya
Roda Cidomo memakai  ban bekas mobil
Sedang dokar mengunakan roda kayu..

• Mobil 
Orang Sasak menyebutnya Montor.
Bagian yang diambil Cidomo adalah: velg dan roda mobilnya.
Dengan mengunakan roda mobil, jalan Cidomo akan lebih cepat dan membantu kuda lebih ringan menarik roda bekas mobil daripada plat kayu.

Itulah hasil pemikiran sang kusir hingga lahirnya Cidomo


Jumlah Cidomo di Gili Air sekitar 25 unit, daya muat untuk 5 orang penumpang.
Kuda Cidomo mengunakan kuda Lombok, badan besar dan kuat.
Makannya saja harus mengandung nutrisi terbaik, jukut segar, kadang suka dikasih jamu juga.
"Mending saya nggak makan Bu, dari pada kuda nggak makan, soalnya dialah yang membantu mencari nafkah." Langsung si abang membelai surai kuda dengan lembut (ohhh...so sweet ).
Sekali-kali kuda juga  perlu dipijet, agar bertambah sehat. Paham betul si bang, bagaimana memperlakukan kuda dengan layak, jangan diambil tenaganya saja, tapi kesejahteraan diabaikan.

Berdandan dan berkacamata
Agar penampilan lebih menarik, di bagian kepala kuda diberi hiasan. Asal jangan kelebihan menghias kuda, kesihan keberatan hiasan, apalagi kalo dipakaiin gincu segala, kesihaaan.

Perlu menjadi perhatian (saran saya); masa kudanya aja yang cakep, kusirnya juga harus tampil menarik, pakai topi adat setempat dan seragam, apalagi kalo musim turis, ini sangat penting untuk diperhatikan.

Perasaan kacamatanya terlalu berlebihan, kuda delman (FB)

Kacamata yang bener nih

Kuda Cidomo juga memakai kacamata kuda atau disebut Horse Blinders atau winkers. 
Ini bukan untuk kece-kecean ya. Kacamata kuda untuk mencegah kuda menjadi stress dan tetap fokus berjalan sesuai kendali.
Perlu di ketahui, kuda memiliki mata yang terletak di samping kepalanya, kuda dengan leluasa melihat sisi kiri dan sisi kanan tanpa menoleh (disebut pandangan periferal)
Kacamata kuda juga penting, supaya kuda nggak berjalan mundur saat pengekang akan terpasang padanya. Bayangkan kalau kuda jalannya mundur, ini membahayakan kuda dan juga orang yang berjalan di sekitarnya. Kuda bukan undur-undur, makanya pentingnya kacamata kuda itu

Selain banyak kelebihan Cidomo (bebas polusi) ada juga kekurangannya juga  dan sering menjadi masalah kotoran kuda suka jatuh, berceceran di jalan. 
Rata-rata Cidomo tidak mengunakan penadah kotoran, kalaupun ada, sudah kepenuhan. Ambyar

 

"Cintaa, jej mau naik Cidomo?"
Spontan saya menggeleng.
Saya selalu sedih melihat kuda membawa penumpang, suami saya tau betul sifat saya. Secara, saya ini, Animal Lovers, segalanya selalu kesihaaan, apa-apa kesihan...nggak tau, kenapa, nggak bisa dijelaskan. Terussss aja kesihan.

"Kalo naik Cidomo nggak mau, kita sewa sepeda keliling pulau. Mau?" tawar akang lagi.
"Nggak mauuu."
Nggak kuat nahan pantat di atas sadel sepeda, Kang.
Perasaan lebaran pantat, asa ngeganjel. Ngegowes apalagi, nggak kuat. Dengkul nyeuri.

"Yaudah! jalan kaki aja"
Akang melangkah dengan cepat tanpa menoleh, meninggalkan saya terpana.

"Kanggggggg..."
Dihh! merajuk.


No comments:

Post a Comment