Monday, November 7, 2016

Seruput Es Goyobod di antara rinai


Cerita yang tersisa waktu di Bandung akhir Juli 2016. 
Hari  terakhir saya berkunjung ke Bandung, sambil menunggu travel yang menjemput untuk kembali pulang ke Bogor, sejenak saya menyempatkan diri menulis cerita di kota Paris Van Java, tentang pertemanan dari dunia maya ke dunia nyata, serta segarnya es goyobod.


Keajaiban media sosial sungguh sering saya rasakan. Bagaimana tidak, saya bisa bertemu dengan teman dari berbagai kota, teman baru, awalnya hanya sekedar like, kemudian saling komentar, sampai bertemu muka, benar-benar menyenangkan punya banyak teman.
Seorang teman facebook, sesama pencinta puisi dan penulis, Langendrop Yulianti, sudah lama saya berteman baik walau hanya di dunia maya. Ujungnya kami bisa saling bercerita lewat telepon. Suaranya yang riang dengan celoteh yang tiada henti, benar-benar teman yang menyenangkan sekalipun belum pernah bertemu.
Kebetulan saya berada di Bandung, nggak lengkap rasanya, kalau belum benar-benar bertemu bertatap muka, nah...saat ini, waktu yang tepat untuk bisa bertemu. 

Senyumnya yang khas, wajah yang tak jauh berbeda dengan foto yang saya lihat. Kami membuncah bahagia, lebih-lebih, secawan plastik, Teh Yuli membawa tape ketan hitam buatan ibunya. Rasanya mantaf, kok bisa tau, ini salah satu kuliner kesukaan saya. Puas bercerita dengan akrab mulai dari A sampai Z, Teh Yuli mengajak melihat kota Bandung.
Foto dulu sebelum berpisah, hari mulai terang setelah hujan

Bandung kala itu, berkabut mendung, tak masalah, nggak sah ya, kalo nggak jelong-jelong manja. Walauuu...rintik hujan rada-rada nggak berteman, ya sudahlah, yang penting jalan. Naik angkot kemana suka.
Sekalipun saya sering ke Bandung, jarang mampir-mampir, paling kalau ada acara pernikahan saudara, biasanya langsung menuju gedung resepsi, selesai langsung cabut balik ke Bogor.


Di depan toko kelontongan ada gerobak di pinggir jalan menjadi tujuan pertama, es khas Bandung, Es Goyobod. Saya pernah lihat di televisi, sepertinya seger dengan warna-warni isinya.
Sekalipun hujan, hawanya tetep aja terasa panas.


Tak berapa lama, semangkuk es tersaji.

Es Goyobod, dalam bahasa sunda artinya basah. Iyalah....es dan isinya tumpah ruah begini.
Goyobod berisi irisan kotak-kotak kecil puding hongkue berwarna merah jambu, rasanya lembut sekali. Isian lain berupa alpukat, kelapa muda, sagu mutiara, dan timun suri, es serut, sirup gula. Campuran santan, susu kental manis mengental sempurna, sepertinya diberi sedikit tepung maizena, jadi bagus kentalnya.
Benar-benar lezat, segar es goyobod, manisnya juga pas banget.


Kesegaran es goyobod dan namanya yang sangat terkenal, konon diperoleh dari sebuah perjalanan panjang, jatuh bangun untuk mengibarkan nama bendera es goyobod hingga di kenal masyarakat tidaklah mudah.

Menurut cerita, es campur ini ada sebelum kemerdekaan Indonesia.
Di jual oleh orang Garut di Jakarta bernama Junaidi. Beliau mulai berjualan es di tahun 1930-an di kota Jakarta. Kota Jakarta yang panas tentunya pas berjualan es campur ternyata perkiraan itu tak sesuai harapan.  Akhirnya, Mang Junaidi membawa kembali Es goyobod kembali ke tanah Sunda, diluar dugaan es in malah laris manis.Sejak itu mulailah masyarakat mengenal es yang mantap di lidah, segar dan manis.

Hujan semakin deras, bangku kayu panjang sesak dengan pengunjung yang juga sama dengan saya. Penasaran apa itu es Goyobod. Tak terasa es goyobod pun tandas sampai titik terakhir. Dengan membayar Rp 10.000,- tak merasa rugi, karena memang segernya luar biasa.

Juli 2016, Bandung bersama teman baik. (en)


3 comments:

  1. Nama es nya rada lucu ya mbak pasti rasanya enak dan seger.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enakkk..kuahnya kental nggak terlalu manis mbak Muti

      Delete
  2. Lho, es yang gak basah tuh es apa toh? Hahahaha, aku mau cobaaa

    Salam,
    Aci

    ReplyDelete