Thursday, October 29, 2015

Terasiring Sawah Tegallalang, Ubud.

Masih ingat nggak, pelajaran Sekolah Dasar. Di Provinsi manakah yang mengunakan sistem(irigasi) pengairan sawah yang terbaik di Indonesia. Sistem pembagian air/untuk petani demi kemakmuran dan kesuburan padi. banyak ditiru oleh petani di Indonesia

Ingat nggak, sawah yang dibuat bertingkat-tingkat?
Ingat ?

Subak dan Terasiring

Terasiring sawah (Foto: Asep Mulyadi)
Subak adalah Sistem irigasi sawah khas Bali. Terasiring adalah cara membuat petak sawah untuk mencegah erosi.

Subak adalah organisasi kemasyarakat yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang dipergunakan dalan cocok tanam di Bali. Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan tehnologi sederhana yang sepadan telah menyatu  dengan karakteristik sosioagraris-relegius masyarakat setempat. Tahun 2012 UNESCO, mengakui subak Bali (Bali Cultur Landscape), sebagai situs Warisan Dunia, pada sidang pertama yabg berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.
Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/subak_(irigasi)


Itu yang saya ingat tentang irigasi sawah di Bali yang sudah mendunia.
Khususnya di Ubud, Kabupaten Gianyar Bali, menawarkan wisata tetap berbasic pedesaan. Menawarkan pesona alam hijau yang indah khususnya sawah. inilah menjadi daya tarik di Ubud. Sistem Subak dan terassiring menjadi pesona yang terpisahkan.

Thursday, October 22, 2015

Rangkaian Indah si Bunga Kamboja Bali

Selesai sarapan di Kuta  Bali, saya menyelusuri jalan kecil sambil menikmati jalan berbatu. Tanaman  khas tropis tumbuh subur, dan rimbun di antara pohon kamboja. Beberapa patung seperti kijang, patung Rama dan Shinta, menghiasi sisi  jalan setapak. Patung dalam tokoh kisah klasik Ramayana. Pantaslah nama  Hotel: Rama Hotels and Resorts.

Sejak menginap di hotel ini, saya sudah mengagumi rangkaian  bunga di atas air yang tak biasa. Susunan bunga dan komposisi warna yang berpadu serasi. Menarik, sederhana dan unik.
Si Bunga Kemboja
Bunga memang tak lepas dalam kehidupan masyarakat Bali.  Apalagi bunga kamboja,  auranya sangat kental dengan keagamaan Hindu di Bali.

Bunga Kemboja

Orang Bali menamakan bunga kamboja dengan kembang Jepun. Bunga ini, lekat sebagai indentitas orang Bali, baik dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan keagamaan, budaya dan seni.

Saya perhatikan, setiap sembahyang, bunga kamboja, ditaruhdi ujung jari dengan ditanggupkan di kedua telapak tangan, kemudian berdoa. Setelah itu, bunga kamboja diselipkan di daun  telinga, tampak cantik terlihat digerai rambut atau gelung perempuan Bali... tak heran kamboja tak terlepaskan dari gambaran sosok perempuan dan pemuda Bali. Perempuan Bali yang berkulit hitam manis, mempunyai kecantikan eksotik, terlihat khas dengan rangkaian kemboja di rambutnya.

Wednesday, October 21, 2015

Riangnya bocah bermain di Pantai Sanur, Bali

Apa yang menakjudkan di Pantai Sanur?

Banyak.


Setelah kemarin, menanti matahari tenggelam (sunset) di Pantai Kuta.
Hari ini seharusnya, saya menanti matahari terbit (sunrise) di Pantai Sanur. Letak Pantai Sanur di sebelah timur Denpasar, masuk dalam wilayah Kotamadya Denpasar, inilah, Pantai Sanur kebalikan Pantai Kuta.
Di Pantai ini, katanya sih, sunrise-nya sangattt indah.
Sayangnya, saya datang terlalu siang setelah berkunjung ke beberapa objek wisata lain. Tak apalah, yang penting, bisa melihat Pantai Sanur.

Pulau Bali sebagai tujuan pariwisata memang luar biasa, termasuk banyaknya pantai. Pantai Sanur agak berbeda. Gelombang ombaknya memecah dilaut, sebelum masuk ke bibir pantai. Ada jarak beberapa meter (3 km)  dari laut ke pantai, sangat cocok untuk berenang di laut, karena ombak Pantai Sanur tergolong aman untuk berenang di laut. Tak heran di Pantai Sanur, banyak ditemukan, bocah-bocah bermain, baik di laut atau bermain dipasir.  Ombak yang rendah, pantai Sanur, tidak ideal untuk surfing.

Monday, October 19, 2015

Inikah Pantai Kuta, Pulau Bali

Sebuah kekaguman yang tak bisa diungkapkan, saat kemarin, Minggu, 18 Oktober 2015, saya pertama kali, bisa menginjakkan pulau Bali...Bukan mimpi, tapi ini mimpi yang menjadi nyata.

Bali...
Pantai Kuta, Badung, Bali
Sejak kecil, hanya mengenal Bali dari orang-orang di sekitar rumah saya semasa kecil. Keindahan pulau Bali, pantai dan Seribu Pura hanya saya lihat dari televisi.

Bali...lekat dalam kehidupan masa kecil.Di bukit Hindu, Palangka Raya Kalimantan Tengah, termasuk wilayah kota, yang di dominasi oleh pendatang dari Pulau Bali...makanya disebut Bukit Hindu. Umumnya, mereka dinas di kepolisian. Barak tempat tinggal penduduk suku Bali berada di seberang rumah kami. Dan di pinggir jalan Bukit Hindu ada pura terbesar disana, tempat beribadah agama Hindu.
Dari pura itu, saya mengenal ukiran indah tentang seni Bali, keindahan seni budaya, tari-tarian dan gamelan yang melekat lestari berpadu harmonis dengan agama Hindu. Dari sana pula, kami di Bukit Hindu, biasa saling bertandang jika hari raya Besar Agama.


Saya suka menari tari daerah dikala kecil, termasuk menari tari Bali menjadi penari Pendet, dan Tari Margapati. Kok, tiba-tiba, jadi ingat guru tari, namanya Tante Sukahet, beliau perempuan keturunan indo Bali, suaminya seorang Polisi. Entah dimanakah beliau sekarang.


Sebagai penari kecil, jika ada upacara Agama (Galungan) Hindu di Pura. Kami pun ikut parade baju Bali di jalan. Mama sampai beli serangkat pakaian Bali untuk saya dan kakak perempuan. Kalo pinjam terus malah repot. Yang saya ingat, baju tradisional Bali, memakai sanggul atau gelung. Cemara, atau rambut palsu panjang disambung dengan rambut asli dengan cara diikat ekor kuda. Gelung dipunter ke arah samping. Kain tapih atau sinjang prada dipasang dipinggang, ujung kain disisakan, hingga menjuntai. Selanjutannya memakai kemben dari kain prada. Kemben yang panjang di lilit dari tubuh atas sampai pingang. Terakhir memakai selendang. Di belakang sanggul tak lupa  diberi hiasan dari kuningan tipis, bergoyang goyang. Sudah siap memakai baju Bali, saya langsung menari.


Tak heran, Bali ku kenal sedari kecil, tanpa pernah berkunjung ke Bali.
Di Kalteng, ada daerah transmigrasi rata-rata berasal dari Bali, namanya Basarang. Semua sama, seperti di Bali. Agama dan budaya, bercorak bali, sedikit ada perubahan dalam ukiran Bali berbaur dengan suku Dayak.

Bandara Internasional Ngurah Rai (Foto:Asep Mulyadi)

Kembali, ke cerita saya, pertama melihat keindahan pulau Bali dari atas pesawat. Pesawat  mendarat di Lapangan Udara Inernasional Gusti Ngurah Rai, yang terletak di pinggir pantai.

Inikah Bali, batinku.

Gamelan perkusi menyambut kedatangan tiba di Pulau Bali.
Bunga kamboja kuning, canang serta semerbak bau dupa...
Bali memang khas.


Wednesday, October 14, 2015

Beginilah hijabku...

Berhijab bagi saya adalah melunasi sebuah janji pada Allah. Kewajiban seorang Muslimah untuk berjilbab.

Sambil mengelus perutku  yang mulai bertambah usia kehamilan. Saya berbisik pada janinku, "Nak, Mama akan berhijab setelah melahirkanmu."

Mengapa saya berjanji pada anak. Karena seorang Ibu adalah orang pertama yang akan di lihatnya. Ibu adalah sekolah dan teladan bagi anaknya. Hingga saya ingin berhijrah dengan berhijab. 
Tepatnya hari ini, Rabu 14 Oktober 2015 memasuki tahun baru hijriyah, 1 Muharram 1437 Hijriyah. Alhamdulillah, tidak terasa sudah 22 tahun saya berhijrah memakai jilbab, walau saya belum sampai pada tingkatan puncak berjilbab. 


Beginilah hijabku...(dokpri)
Kembali ke cerita saya tentang jilbab di masa itu.Tahun 1992, jumlah yang berhijab atau berjilbab masih bisa dihitung dengan jari. Apalagi saya masih kuliah di Palangka Raya. Di kampus hampir di dominasi non muslim, khususnya dosen-dosennya, 80% rata-rata non muslim; sebuah tantangan untuk membuktikan jati diri sebagai seorang muslimah.

“Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana munculnya. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang ‘asing’.” (HR Muslim).
Jika telah tiba masanya, yang bersungguh-sungguh melaksanakan agama ini dianggap aneh. Amalan mereka tampak asing. Mereka melaksanakan amal shalih dan ‘ibadah berdasarkan tuntunan shahih dari Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam, tapi manusia mengingkari. Orang-orang yang dianggap asing dan terasingkan itu sesungguhnya justru orang yang shalih di tengah-tengah kerusakan yang menimpa ummat. Tapi sebagian besar manusia mengingkari. Hanya sedikit sekali manusia yang mendengar kata-katanya dan mengikuti apa yang dinasehatkannya.
Niat hijrah harus benar-benar kuat karena Allah, karena kondisi tidak mudah. Pasti, nanti saya akan menjadi orang asing diantara mereka. 

Kapan,Nduk khatam Al Quran [Masa kecil, masa penuh warna]



Ketawang Gde, kota Malang tahun 1977

Nyeser Ikan dan Mandi di Kali

Mengenang masa kecil, ceritanya tak ada habisnya.
Masa yang indah, tiada yang banyak dipikirkan.
Kedua orang tua saya, bukan mengekang, saya dan saudara bebas bermain di pematang sawah, mencari ikan di kali kecil dengan seser bekas besek makanan, menangkap capung dengan getah nangka yang dipilin di ujung ranting.
Nyeser ikan, sampe ke jamban orang, asik-asik nyeser, yang di dalam  jamban ngelagepan, takut diintip. 
Hehehe, nyeser ikan, malah membuat orang buang hajad tak tenang. Saya cuek bebek, tetap nyeser sambil jongkok. Walau ada bunyi prat prett prottt, juga berkali-kali diteriakin dari dalam jamban. 

Ikan hasil nyeser yang saya taruh di gayung, setelah banyak terkumpul, malah ditumpahkan kembali ke kali. Kasihann, habis, ikannya kecil-kecil sih, susah digoreng. 
Baru tau sekarang itu namanya ikan Wader dalam bahasa Jawa atau Beunter dalam bahasa Sunda. Sekarang malah hit jadi makanan Tradisional yang banyak di cari "Nasi Wader". 

Kadang saya bermain sampai ke Kali Brantas, walau takut-takut juga, setelah Bapak saya mendongeng asal mulanya Surabaya, Sura (Hiu) yang bertempur dengan Baya(Buaya) di sungai Brantas.

"Wedi aku, ono Buaya.
Tetap aja nyemplung ke kali, padahal tidak bisa berenang. Nekad!
Dengan polos saya melihat wanita muda sampai nenek-nenek, mandi telanjang di pinggir pancuran bambu sambil mencuci pakaian...Aman saja. Untung ya, tidak ada Joko Tingkir yang mencuri jarik mereka. Bisa-bisa pulang dengan bersarung karung goni. Semua masih aman, tidak ada sang pengintip.

Suatu ketika, hebohnya kami bocah kecil, main di empang tetangga yang warna airnya keruh ditumbuhi ganggang hijau. 
Onooooo buaya!!!
Wah, buaya di sungai Brantas, pindah kemari, pikir saya. Terlihat punggung buaya berderat berwarna hitam. Anehnya, malah sibuk cari bambu, ditusuk-tusuk kearah buaya itu. Ealahhhh...setelah diangkat, ternyata ban mobil bekas. Akhirnya ketawa sendiri. Kalo buaya beneran, apa nggak disamber beneran. Aneh, bukannya laporan ke pemilik empang, malah cari ide sendiri. Coba kalau sekarang, mungkin sudah di upload ke media massa. Terus heboh berita, dan penayangan tivi semakin hit.

Hobby Memanjat Pohon Tetangga

Saya termasuk bocah yang tak bisa diam, kecil kurus dan berambut pendek. Hitam lagi. 
Mama memotong rambut saya persis bocah laki-laki, habis saya suka memanjat pohon. Pohon orang.
....coba tebak, manakah foto saya? (dokpri)
Berapa kali, Budhe Dullah, memarahi saya. Pemilik rumah sewaan kami. Pohon belimbing tumbuh di depan rumah kami. Wajarlah beliau marah, saya suka memetik bunga belimbing yang kecil berwarna campuran putih dan merah. Saya kumpulkan menjadi satu, ditaruh di dalam gelas diberi air. Indah sekali. Wajarlah sering dimarahi, karena kapan belimbing berbuah kalo bunganya, setiap hari dipetik. 
Dipikir, itulah awal hobby saya merangkai bunga sekarang, dari bunga belimbing milik  Budhe Dullah
Seharian saya bermain di dahan pohon belimbing, ngomong dan berkhayal sendiri. Mungkin, itulah awalnya saya jadi penulis, suka berkhayal.

"Aduh Nduk, mangan babal, opo ra seret.
Budhe Dullah lagi-lagi ngomel, buah nangka yang lagi pentil, saya petik, dimakan dengan garam. Garam brungkel, tanpa yodium ditaruh di telapak tangan, dicocol babal. Atau sekali kali saya makan buah yang lain.

"Budheee. Njalu pencit," teriak saya meminta izin. 

Hening. 
Tidak ada jawaban.
"Iyooo," saya menjawab sendiri. Segera saya petik buah mangga muda, yang dalam bahasa Jawa pencit. Krauk, krauk...saya gigit langsung sambil ngrenyit keaseman. 
"Eennn..." lagi-lagi Bu Dullah berteriak. 
Saya tetap mengigit pencit memandang perempuan gemuk setengah baya ngomel-ngomel, terus ngeloyor pergi. 
Bandel bener. Herannya, Budhe Dullah tidak pernah melaporkan kenakalan saya ke Mama. Bahkan Pakde Dullah, seorang mantri, mengantar saya ke rumah sakit di kota Malang, untuk mencabut gigi gingsul saya. Kok heran, mau-maunya diantar orang. Coba anak sekarang. Kemana-mana diantar orang tua, boro-boro mau dengan orang lain.

Kopi Hitam

Melihat Mama membuat kopi hitam setiap pagi buat bapak, saya menjadi tertarik akan rasanya. Sisa air kopi saya seruput, hmmm enak.
Namun, saya kurang suka airnya. Kopi bubuk seujung sendok saya masukkan kemulut di lanjutkan sesendok gula, saya satukan, dan nikmat sekali. Pahit dan manis. 
Ini awal saya suka kopi hingga kini.
Sejak itu, saya mencampur gula dengan kopi hitam bubuk tanpa air, masukkan di dalam plastik kecil, dibawa ke sekolah buat cemilan. Enak sekali, walau gigi banyak selipan kopi. 
Serbuk kopi, saya taruh di sikat gigi. Gosok gigi dengan kopi, hasilnya gigi putih dan cemerlang. Itu ide saya sendiri, saat melihat banyak teman saya menyikat gigi dengan odol dari serbuk arang kayu. Saya ganti dengan kopi...hihihi.

Mangkir Pergi Mengaji

Bermain di pematang sawah, apalagi habis panen padi, biasanya musim angin. Banyak pemuda memainkan layang-layang yang besar dan berbunyi.
Tontonan gratis. 
Bocah perempuan, mengganga dengan kagum. Layang-layang warna warni dengan buntut panjang. Yang seru, adu tali layangan, sapa kuat, dialah pemenang yang bisa memutuskan tali layangan lawan. Layangan putus dikejar sampai naik pohon. Dipikir apa untungnya, berebut layangan sobek. Ternyata, keseruannya terletak siapa yang bisa mendapatkan layangan putus, rasanya hebattt banget. Termasuk saya, suka ngejar layangan.

Dari pematang saya terkaget mendengar suara Mama Erhan, Guru Ngaji asal Kalimantan Selatan yang tinggal lama di Kota Malang.
"Eeennnnn!" 
Saya langsung ngacir, ambil sarung dan kerudung sebelum dimarahi beliau...Belum ada jilbab bergo seperti saat ini, hanya selendang yang ditutupkan di kepala dan sarung yang dilipat sembarangan.

Kegiatan mengaji  selain di masjid sehabis sholat Magrib. Bapak menyuruh les privat dengan Mama Erhan. Saya suka lupa waktu, kalo sudah asik  bermain. Mengaji privat bada lohor. Selalu saya lupa, kecuali kalau sudah  dikejar guru ngaji, baru ingat. 
Jaman dulu, guru ngaji, disiplin, lagi galak sekali, sampe-sampe, saya takut buang angin. 
Gelisah menahan kentut, akhirnya bunyi juga.
Tiittttt, bunyi yang indah, kecil di kala tegang.  
Apa yang terjadi setelah bunyi dan bau berlalu, malah dimarahin. Itulah mengapa saya termasuk ndablek. sampe heran guru Ngaji, kapan bisa cepat khatam mengaji kalo begini. Guru ngaji hanya geleng kepala. 

Dannn....

Akhirnya saya bisa khatam Al Quran juga. Sebagai tanda syukur,dan tradisi budaya khataman di kota Malang. Mama membuatkan ketan berwarna kuning di tabur serudeng. Banyak makna dari makanan ini.

- Ketan itu beras dan lengket, maksudnya, agar saya selalu ingat (lengket) mengaji dari muda hingga tua. Menjadikan Al Quran dan Hadist sebagai landasan hidup saya.

- Kunyit. Berwarna kuning dari rempah kunyit. 
Kunyit ditanam seribu tahun akan tetap berwarna kuning, tidak akan berubah warna. Maksudnya, agar saya tetap bertahan ditempa jaman memegang teguh keyakinan saya sebagai seorang muslim. 

- Serundeng
Bumbu rempah serundung, yang ditabur diatas ketan kuning, berempah beremah kecil-kecil, rasanya manis legit. Itulah kehidupan, yang nanti akan saya hadapi, penuh warna dan rasa, manis, asin, asam, dan pahit, tinggal bagimana saya mengolahnya menjadi sebuah rasa syukur kepada Allah.
Itulah filosofi dari ketan kuning berbumbu serundeng.

Mama dan Bapak, sosok yang saya teladani.
Bapak tak pernah marah, apalagi memukul anaknya. Sosok pendiam, tapi hebat mendongeng buat kami, menjelang tidur. 
Itulah akar pertama saya, menyukai dongeng dan menulis cerita.
Mama, ibu yang baik. Jarang-jarang marah, paling ngomel. Bermain hingga lupa waktu, herannya,Mama santai saja. Sibuk mengurus adik bayi. Kalo piring seng hilang, baru Mama mencari. Taukan Piring seng, piring yang terbuat dari logam seng, kalo dilemparpun tak pecah, cocok buat makan bocah. Aman sih.


Itulah masa kecil, di kala kota Malang, ketika udara di sana masih berhawa dingin.

Kutulis puisiku, tentang Ketawang Gde Malang tahun 1977



Cerita masa kecil, masa penuh warna ini saya tulis dalam bentuk puisi dalam buku antologi Ode kampung halaman.

Hikmah dari berjalanan masa kecil saya, dalam mendidik anak. Saya memberikan kebebasan sepenuhnya kepadanya, untuk melakukan aktifitas, pilihan jurusan kuliah dan memilih calon suami. Saya memberikan semua, asal masih dalam batas normal dan dalam ajaran Agama. Tak usah terlalu kuatir, karena Anak adalah titipan Allah, mereka punya jalan takdir sendiri.

Semoga cerita ini bermanfaat bagi semua.



Tuesday, October 13, 2015

Cinta setelah pernikahan | Love Comes Softly




"Pernikahan adalah kesempatan, sedangkan cinta adalah kejutan"

Cinta, oh cinta, bisakah kedua orang bertemu lalu jatuh cinta?

Cinta yang datang berlahan, dengan kelembutan dan kesabaran, bisakah mempertemukan dua sosok yang memiliki karakter yang berbeda?

Bisakan mempertemukan dua orang yang masing-masing masih berduka, kehilangan orang yang dicintai?
Bisakah membuat dua orang kesepian saling mengenali dan menyadari saling membutuhkan?
Bisakah rasa kehilangan menjadi benang merah yang terjalin diantara mereka, hingga menemukan  cinta yang baru.

Bisakah?

Sunday, October 11, 2015

Topeng Monyet, antara suka dan tidak suka...

Suara gamelan kecil dipukul, gendang ditabuh oleh satu orang. Iramanya, memecahkan suasana sepi, mengundang berkumpul untuk  melihat. Pagi ini tepat di depan pagar rumah, dua orang sedang duduk menabuh dan menyuruh seekor monyet kecil untuk menuruti perintah sang Pawang.
Anak-anak berkumpul,  suara gamelan sederhana berbunyi, dan artis siap beraksi. Yang aneh, malah kucing-kucing di rumah  lari ketakutan, sembunyi di atas loteng...Diam. Seakan ada musuh, lari tunggang langang.

Hmmm...Atraksi sederhana.

Topeng monyet.

Berpayung, pergi kepasar membawa keranjang (dokpri)

Buka dulu topengmu...(dokpri)
Miris melihat monyet kecil itu. Patuh menuruti perintah pawangnya atau pemilik. Monyet kecil meniru tingkah laku manusia sehari-hari. Memakai topeng bekas kepala boneka, memasukkan ke kepalanya, hingga tampak lucu. Pasti terasa panas dan susah bernafas dengan muka ditutup topeng. Namun apa daya, hanya bisa menuruti perintah. Monyet kecil lalu berjalan dengan kedua kakinya, berdiri tegak membawa payung dan keranjang untuk pergi ke pasar. Sebelumnya, ia melihat cermin, berdandan bergaya genit. Naik motor kecil dan melaju kencang. Lucu, juga sedih dibuatnya.
Tarikan tali,membuat lehernya terdonggak kesakitan, kasihan,  (dokpri)
Kasihan...
Tapi sungguh, saya tak berdaya, harus berbuat apa.
Melihat monyet kecil di ikat tali dilehernya, jika tidak mematuhi perintah, tali panjang itu dihentakkan keras oleh sang pawang, terlihat monyet itu terdonggak, karena merasa sakit.

Kasihan...
tapi kembali lagi, tak berdaya.

Sekumpulan anak balita, tampak senang sambil disuapi makan oleh ibunya, Tontonan murah meriah dan merakyat. Sambil melihat gerak-gerik monyet berekor panjang, anak-anak memberi uang Rp 1.000 dengan suka rela, ada pula yang tidak.

Bajaj BBG, ramah lingkungan, murah dan bebas asap

Hari ini, Sabtu tanggal 10 Oktober, saya menghadiri undangan manten sepupu di Cempaka baru tengah, Jakarta. 

Gimana caranya cepat  sampai tekapeh, bebas macet dan ringan di ongkos. Akhirnya, kami memilih naik kereta Comuter line dan angkutan umum. 
Dan satu lagi bebas, naik transportasi moda itu, bebas salah jalan, bisa duduk dan ngutak atik hape. Kalo nyupir mobil sendiri, salah jalan di Jakarta, bisa  muter-muternya, lama banget. Bisa-bisa saya stres duluan, dandanan meleleh semua...hmmm, itulah alasan saya selalu suka naik transporatsi moda. 

Lagian, saya memang kurang hafal Jakarta, ditemani anak, kami berangkat dari dari Stasiun kereta Bogor berhenti di Stasiun Kemayoran, dan dilanjutkan naik bajaj.

Bajaj Biru, masih bagus dan bebas polusi asap dan suara (dokpri)
Perlu waktu hampir 60 menit, sampai ke Stasiun Kemayoran. Keluar stasiun, jejeran bajaj berderet rapi berwarna biru, (Dalam hati, warnanya kok beda, biasanya berwarna orange, bajaj yang sering dilihat di sitkom Bajaj Bajuri). Mengikuti kata hati, kami memilih supir bajaj yang sudah sepuh dan tampak ramah.

Ngobro dengan supirl nggak perlu teriak...(dokpri)
Saya tanya berapa ongkosnya, ternyata termasuk murah Rp. 15.000,- karena, ini  pertama kali naik bajaj dari Stasiun Kemayoran ke Cempaka Baru...Naik, duduk dan berangkat.
"Bu, tasnya jangan dipinggir, taruh ditengah, takut ada jambret," saran Pak Supir yang namanya Parjo dari Jawa Tengah.

Ada yang yang berbeda naik bajaj biru, suaranya tidak berisik. Halus banget sampai tak terdengar. Beda banget dengan bajaj orange. Bajay lama berwarna orange, hampir semuanya, cat bajajnya sudah melentek karena tua, bentuknya bajaj menjentit, posisi dibelakang tempat penumpang agak naik keatas, suaranya berisik..Treng teng teng!!!! nyaring memekakkan kuping. Mesinnya bergetar, kalo kelamaan, bisa-bisa rontok gigi...hehe. Yang parahnya, bajaj orange berbau asap bekas pembakaran bensin. Kalau ngobrol dengan supir  harus teriak-teriak...#Yaiiii..hihihi, ketahuan ya, eikeh suka ngobrol. Selalu pingin tau.

Friday, October 9, 2015

Cerita di Balik Blog Een Endah, dari Diary ke Blog


Baru tau ada Giveaway mbak Uniek Kaswarganti ...#Pluk-pluk tepok jidat, heudeuh, kemana aje, eikeh nih. Makanya, nulisnya harus ngebut, soalnya deadline tinggal 5 jam dari sekarang, semangat!

Kalo ditanya cerita di balik blog, ceritanya puanjang dan berproses. Blog saya masih termasuk mudalah, baru 2 tahun.Ibarat kata " baru belajar berjalan" di dunia Blogger. Saya yang gaptek habis, sampe bisa dikit dikit melek tentang tehnologi. Dari asal nulis, sampe dikit bisaan. Sumpeh,  saya ngeblog otodidak banget.

Sik Sik... tak comeback  ke belakang.

Di rumah, saya hanya di temani kucing-kucing gerombolan si berat, kadang saya melukis. Sebagai single Mom, saya merasa dunia kok, ya sepi banget. Keluar rumah ketemu teman, yang itu lagi, itu lagi. Sepi nian. Sepertinya anak tunggal saya, Nisa Latifah mengamati tingkah laku saya, rada galau nggak jelas. Suatu hari di  bulan Oktober 2013. Anak saya mengajak ke depan laptop, saya rada gaptek dan lupa cara mengetik, sudah lama nggak aktif di depan komputer, terlalu banyak ngulek sambel. Lupa pokoknya. Dengan engan saya menolak, tapi si anak tetap maksa.



Nisa Latifah, pemberi semangat dalam hidupku

Dari Masjid ke Masjid, Wisata Religi.

Postingan ini termasuk telat ditulis, etapi, sayang kalo tidak diceritakan. Maklumlah, sibuk di dapur...#aleyssaan.

Emak macam saya ini, kalo nggak ngaji, ngurus rumah, bergelut di dapur truss...menulis, mengambar bikin handycraft, indahnya duniaku. Semua memang harus di syukuri, diberikan kesehatan dan kesempatan oleh Allah SWT, nikmat syukur atas usia. Tak henti-hentinya saya bersyukur. Karena syukur dan sabar adalah cara solusi dalam menjalankan hidup, obat termurah menghindari stress dan mati muda.


Makanya, saya tipe yang nggak neko-neko, banyak legowo....laiyahhh, jangan terlalu melihat ke atas dalam urusan dunia, nggak akan habisnya...Di atas langit ada langit, semua hanya gemerlap sementara, itulah dunia. Saya lebih sering melihat kebawah, masih banyak orang yang lebih tidak beruntung di bandingkan saya.Jadi, saya selalu bersyukur, dan tak pernah mengeluh dalam.menghadapi persoalan kehidupan. Hidup begitu indah jangan dibuat susah, karena hidup memang susah...enjoy! be happy.



Cara terbaik menghabiskan hari di sela kesibukan rumah tangga dan mencari nafkah, saya banyak berkumpul dengan sesama ibu-ibu yang baik... Teman dan lingkungan yang baik memiliki efek domino, menular kepada yang baik.
Sejak dahulu, setiap saya pindah tempat tinggal, hal yang pertama saya lakukan adalah mengikuti kegiatan pengajian di majelis taqlim.

Teman sesama muslim, ibarat saudara sendiri. Begitu banyak manfaat bagi kehidupan di dunia dan akhirat.



Untunglah, di lingkungan perumahan saya, ada Majelis Taqlim Al Furqon Bogor. Dalam seminggu dua kali  saya mengaji dan menuntut ilmu agama. Hari selasa dan Jumat, lain lagi undangan pengajian bersama dalam rangka persiapan pernikahan, walimatul butun, walimatul ursy...pokoknya, undangan ngaji sejibun deh...Shohibul baitnya pun, bukan dari sekitar perumahan saya saja, kadang bisa dari perumahan elite di Cibubur, yang mengundang, karena di kompleknya, tidak seakrab ibu ibu pengajian kami. Yaaa...senengnya juga sih, ngaji sekalian jalan-jalan, di siapin bus...Masya Allah, berkah berkah.

Berkah dari Allah, banyak teman dan tambah rezeki.

Berkumpul dengan teman, pengajian, hampir  separuh semua sudah sepuh. Ada untungnya, berteman dengan yang sepuh, enak buat dimintai nasehat, rasanya seperti  ibu sendiri. Saya juga yang muda, harus tau diri, untuk tetap menghormati yang tua, dan saya suka saja kalau di suruh ini itu. biasalah kaya nyuruh ke anak sendiri.

Di bulan puasa, pengajian rutin Selasa dan Jumat di ganti dengan bertadaruz sehabis sholat subuh. Dibuat kelompok kecil berjumlah 6 orang, tadaruz setiap hari sydah ditentukan sampai juz berapa,agar kattamnya serentak. Dalam 15 hari di bulan Ramadhan 1436H, kami sudah kattam sebelum kesibukan jelang lebaran. Kan, ibu-ibu suka rempong 15 hari sebelum lebaran, bikin kue kering, beli baju ini itu terus pulang kampung. Makanya, target tadaruz Al Quran, harus selesai dalam waktu 15 hari.