Tuesday, November 4, 2025

Jika Kau dikhianati, Bertahan atau Pergi.

Perahu kertas terombang ambing di laut luas.
Seakan menunggu waktu untuk karam ke dasar, karena lelah bertahan.
Seperti aku dan pernikahanku dahulu.
.
22 tahun, dalam suka dan duka.
Hanya aku yang sanggup bertahan, demi anak tunggalku.
Sebenarnya, cintaku sudah retak, tapi bodohnya aku seperti pemain sinetron.
Setiap kata ancaman cerai, aku memohon sambil bersujud, "Jangan...jangan bercerai."
Tak ada terlintas untuk bercerai, walau suami suka main tangan, tidak setia. Aku menolak cerai, demi anak, sekalipun hatiku luka.

Menetes air mataku, membaca sms mesra dua orang yang menghujam hatiku. Kata-kata, indahnya bergelut di ranjang. 
Dia pikir, aku tak membaca sms  itu.
Kadang panggilan YANK, yang salah kirim, aku tau semua.
Setiap ku tanya sms siapa,dia diam, berbohong, takut ketahuan, terus di pecat dari ASN. Sebaliknya, dia memukul wajahku, menginjak kepalaku, seandainya dulu ada video, pasti sudah viral.
Alangkah bodohnya aku, dibelikan tiket berlibur ke Semarang, ternyata dia bertemu selingkuhannya di Jakarta. 
Alangkah naifnya aku.
.
Luka, dan luka, sakit luar biasa.
Di tahun ke 22 aku menyerah, aku berhak bahagia, walau sendiri. Aku harus melindungi anakku, yang selalu dipukuli, diancam dengan pisau.
Aku tak mau mati konyol.
22 tahun, aku menutupi cerita pilu kepada siapa saja, orang tua, saudara, tetangga, aku bersandiwara terlihat mesra.
Dia, selalu lembut romantis di khalayak, itu bohong, dusta!
Dia srigala!
.
22 tahun, aku pulang ke rumah orangtuaku, sendirian, mereka merasa aneh, biasanya sekeluarga.
Saat itu aku tak kuat lagi menutupi rahasia kelamku.
Ternyata orang tuaku sudah menduga, laki-laki brengsek, banci, tukang pukul, tidak bertanggungjawab.

Hari itu, Oktober 2013, aku ditemani anakku menggugat cerai.
Aku tak minta apa-apa, karena dia tak punya apa-apa, rumah milikku pemberian orangtua.
Akupun tak meminta dipecat, biarkan dia tetap bekerja (Bapakku yang memasukkan kerja)
Aku hanya meminta: nikahi wanita pujaanmu, wanita yang melukai hatiku selama 15 tahun ini, nikahi!
itulah balas dendamku, karena aku yakin, wangi pacaran dan berumah tangga itu berbeda. 
Rasakan! kamu akan tau siapa wanita pujaan itu sebenarnya,dikala berbaju daster wangi bawang.
Apakah sama?
.
Aku menghapus air mataku dengan kelegaan, menerima Akta cerai. Aku lelah dengan persidangan yang panjang, karena dia tidak mau cerai.
Aku hanya menyesal, kenapa tidak kulakukan sedari muda, sungguh kesetiaan yang sia-sia, membuang waktuku.
.
Menyesalkah aku dengan perpisahan ini?
Tidak. Aku bahagia.
Tak ada lagi luka dan air mata.
Duhai wanita di luar sana, wahai istri, kalian berhak bahagia.
Jangan percaya dengan suami tukang selingkuh.
Bertopeng kata HILAF.
Oh tidak, tiada maaf bagimu Ferquso!

Tulisan pertamaku, setelah lama terpendam dibenak.
Semoga menjadikan pelajaran bagi istri: Hidup sebuah pilihan, bertahan atau pergi.
Lampu sorot kamera sudah dimatikan dalam perjalanan hidupku: Menikah.
Tak ada lagi sinetron bersambung, ini adalah episode terakhir.
Aku memulai babak baru dalam hidupku, bahagiakah atau tidak?
-

Menikah dengan Bule.

Apa bangganya, menikah 
dengan Bule?
Bangga, karena keturunannya cantik dan ganteng, mix Indo.
Mungkin...ya dan tidak.
Yang kulihat begitu sih.
atau bangga karena tinggal.di belahan dunia Biru (lihat vt di tik tok)
Memang sih, banyak wanita Indonesia, berniat menikah dengan Bule.
Beberapa temanku, pindah ke Bali, sapa tau ketemu jodoh, orang bule.
.
Mereka pikir, semua Bule, hidup kaya raya?
Namanya manusia, ada kaya ada pula belangsak.
Tak mudah menyatukan budaya, sesama Sunda aja sering berdebat.
Apalagi Bule itu bedaaaaaa budayanya, susahnya lagi kalau agamanya pas-pasan,  susah memahami.
Bule, mewajibkan istri bekerja. 
Katanya: mendayung harus bersama. 
Kalau holiday, biaya patungan (suami istri loh) Ada yang berangkat holiday satu naik pesawat bisnis class, satunya ekonomi.
Itu yang kulihat dan cerita dari teman yang menikah dengan bule.
Jangan berekspetasi terlalu tinggi, duhai wanita.

Sekalipun suamiku, orang Indonesia, tapi karena sangat lamaaa di Eropa, otaknya udah seperti bule.
Bicara terlalu lugas, (maksudnya jujur) tapi sering menyakitkan.
Sekalipun tinggal dan bekerja di Eropa, tidak berniat mengajakku tinggal di sana. LDR terus.
Dan....
Pada akhirnya, aku menghapus semua mimpi itu, untuk tinggal di Eropa.
Di sini saja, tanah pusaka, dimana kucing-kucingku berada.

"Pakai uangmu sendiri?"
Katanya, ketika aku ingin jalan-jalan Ke Eropa.
Seperti pisau yang menghujam dada. Sakit sekali.
Aku berjanji, kelak dapat uang banyak, akan 'kucoret' traveling Eropa, nggak ada gunanya. 
Aku memilih pergi umroh, ada nilai ibadah jika hanya sekedar jalan-jalan.
.
Sekalipun, sebagai suami sangat bertanggung jawab, memberi nafkah.
Terkadang, tak enak pula.
"Kamu itu tak punya kerjaan, nggak ngurus anak dan sendiri, coba pikirlan kedepan, kita mau usaha apa?"
Padahal, dari Senin sampai Sabtu, banyak kegiatanku, walau sedikit honornya, tapi alhamdulillah, untuk tambah-tambah.
.
Aku hanya diam, apa yang kulakukan, selalu salah.
Tidak seperti suami Indonesia, tak mewajibkan istri bekerja, sekedar bantu-bantu saja. Memahami kegiatan istri.
Itulah perbedaan budaya dan pola pikir.
.
Aku menghela nafas.
Menatap masa depan.
Aku menatap nanar.
-