Friday, December 10, 2021

Nikmatnya Sate Lilit, Bonusnya Tarian Lalat

Sarapan hari ini, dikasih tetangga: nasi hangat, terik tempe, dan sayur nangka muda...Masya Allah, nikmattt, apalagi makan bersama di teras rumah, mengunyah sambil ngeghibah.
Yang penting, makanannya bersih dan enak, walau sederhana.

Nikmat kedua, tiba-tiba ditelpon kawan baik,
"Sep...Mumpung Jej di Bali, jali-jali, kita makan siang...capcus, keki kesindang."
Rezeki.
Memang nggak pernah ketukar, pas benerrr.
Ajakan makan siang di warung sekitar  daerah Klungkung. Aduheee, jauh sekali dari Banjar Anyar, Kuta. Biarlah hitung-hitung piknik tipis-tipis.
Saya penasaran seberapa nikmat eta sate Lilit, katanya, sudah tersohor seantero Pulau Bali
"Pokoknya teh Een, nggak sahh ke Bali, kalo belum makan sate lilit, sate ikan tuna, pepes dan sup ikan. " 
Diskripsi kawan suami, promosiiiii ya Boo. 
Menambah penasaran saja.
Tetangga samping rumah  yang ikut  menguping 'ajakan makan', tanpa persetujuan, langsung balik ke rumahnya. Bur Burrrr hurr, langsung mandi.
Sementara, kawan yang tinggal di ujung, memastikan dirinya pun diajak...langsung balik kanan, pulang, siapan.
Ditunggu beberapaa menit, dhilalah...malah ngecat rambut.
'Tunggulah sebentar, nanti kitakan foto-foto, nggak cakep kalo kelihatan uban."
Demi apahh cobaa...
Terpaksa menunggu sambil manyun. 
.
.
.
Beberapa waktu kemudian.
Rombongan dua mobil sampai ke tempat tujuan(walau rada nyasar)
.
Untungnya, parkiran warung luas, nggak repot bejubel.
Juru masak, berada dii samping warung agak ke depan. Duduk berjejer mengipasi sate, asap dan aroma ikan cukup mengoda.
Kami memilih jalan samping, menuju ruangan rumah makan.
Baru masuk menuju ke ruang belakang, secara spontan mata tertuju pada tumpukan piring kotor di lantai di bawah kucuran kran yang mengalir setitik.
Piring dibruk begitu saja, kok nggak dibersihkan dulu bekas makanan. Itu sisa nasi berhamburan di lantai semen berlumut.
Saya melirik ke suami, melongo nggak berkata apa-apa.
Apa mungkin, sangking banyaknya pengunjung, sampai cucian piring menumpuk. Dan kenapa areal bebersih ini terbuka.
Pertanyaan yang nggak ada yang jawab.
"Kunaon liwat sampingnya, kan jadi nempo itu ini," protes saya ke suami. Dia menaikkan bibir bawahnya, pura-pura nggak denger... 
"Husst, cicing." Jawabnya. Wajarlah, namanya kita cuman ngikut yang traktir. Siga kebo dicucuk irungna..Nuruttttan!

Kami memilih ruangan samping, terbuka tanpa dinding. Meja kursi kami geser sendiri untuk delapan orang. Meja masih belum di bersihkan,  Inge bekas pengunjung belum diangkat  petugas kebersihan rumah makan. Tampak bekas kuah masih menyisa di permukaan meja, lengket sekali.
Blas rasa lapar hilang...padahal, laparrr sekali, sudah lewat makan siang...
Ssstttttt, rombongan lalat lamgsung berdatangan, menari menertawakan bunyi perut kruk-kruk kriukkk.
.
Perempuan separuh baya berkebaya, pramusaji berwajah datar menanyakan,
"Berapa orang? 
Minum apa?"

Jangan tanya menu apa di rumah makan  yang terkenal ini, karena semua perpaket.
Paket nasi(satu bakul kecil), sate lilit, sate ikan tuna bumbu kecap, pepes ikan (sudah dibuka daun pisangnya), sup ikan, plecing kangkung, sambal matah dan kacang goreng...Saya lupa menanyakan harganya, karena bukan saya yang bayar.
Hanya minum yang ditentukan, teh, jeruk hangat atau kelapa.
.
Menu masakan dibawa dengan nampan bundar bergambar bunga, berukuran besar dari almunium , serasa di masa lalu.
Sate dan sajikan diatas inge. Sup ikan ditaruh di mangkuk  plastik ukuran kecil.
Mari makaaan.
.
Sate Lilit Bali
Ikanya dicampur dengan kelapa parut dan bumbu,  dililit di bilah bambu dan dibakar.
Adapula sate  tongkol yang mirip sate ayam kuah kecap.
Pepes ikan, semua diolah dengan dibakar.
Menjadi kebiasaan orang Bali, nggak komplit makan tanpa kacang goreng dan sambal matah.

Review Makanan.
Sate lilitnya enakkk, terasa ikannya. 
Sate tunanya(mirip sate daging) karena berbentuk kotak, juga enak. Dicocol  sambal kecap, enakk.
Sup ikan di mangkuk kecil, bumbunya berasa banget.
Tumis kangkung bertabur kacang goreng, lagi-lagi nikmat.
Soal rasa: bisalah dikasih nilainya delapan.
Cuman bonusnya ini, nggak kuattttt. 
Tarian lalat, muter-muter, hinggap di ingge.
Makan sambil mengusir lalat itu, apa dibilang punya sensasi lain...Repotlah!
Ironis sekali: Kita yang makan, kok lalat yang pesta.
Ini yang harus diperhatikan pihak restoran. Kalau begini terus, pengunjung akan enggan kemari, termasuk sayaaaah.
.
Selesai makan.
"Endanggggg kan Neh, mursidahhh."
Tau ah, dalam hati.

Begitu aja ceritanya.  
Ketika negara api belum menyerang, Covid19.
-Januari 2020-



No comments:

Post a Comment