Wednesday, December 8, 2021

Jejak Awalku di Sulawesi Utara

Bunyi lonceng gereja setelah azan subuh....berulang kali berdentang, suatu yang baru bagiku.
Spontan aku membuka tirai hotel, masih gelap, tapi aktifitas sudah dimulai.
Kemarin, untuk pertama kalinya, aku menginjakkan kaki di Sulawesi paling utara.
Keindahan garis pantai dengan warna gradasi biru samudra. Dari jendela pesawat,
terlihat Patung besar setinggi 30 meter, merentangkan ke dua tangannya.
Sepanjang jalan, lambaian selamat datang dari pohon kelapa, tak heran, Sulawesi Utara penghasil kopra putih terbesar di Indonesia.
Sungguh aku dibuat takjud.

.
.
Aku sendirian menikmati sarapan: bubur Tinotuan khas Manado, ikan asin, sambal Roa, dan dadar nike (yang bikin ketagihan). Dadar  Nike, rasanya gurih terbuat dari ikan teri NIke yang hidup di perairqn Sulawesi. karena bentuknya yang kecil, orang tak menyangka dadar pendamping bubur Manado ini terbuat teri(dowa)

Sembari menunggu mbak Ninit, Rencananya akan  mengajakku ke Bukit kasih, danau Tondano, makam Pahlawan Imam Bonjol, Kampung jawa, Tomohon, dan Bunaken...tapi tak kunjung datang.
Sementara waktu, aku menelusuri jalan di samping hotel.
Antrian orang mengular di satu rumah makan, ternyata warung babi panggang...di sampingnya ada warung nasi kuning yang padat pengunjung. ada suatu yang menyolok, membeda mana warung Muslim dan non Muslim. Biasanya warung Muslim menempel gambar Kabah dari permandani dan ayat suci Al Quran. Membuat aku tak ragu masuk masuk, pemiliknya ramah menyambut, menyajikan.
Nasi Kuning Woka Daging Garo, terdiri dari : Nasi Kuning, daging garo, tenoenorek, telur balado, mie goreng, suir cangkalang fudu sambal songara.
Yang unik, nasi kuning di dibungkus dengan daun woka asli Manado, daun semacam daun lontar.
.
.
.
Bumi Manado, menghadirkan perempuan-perempuan cantik, berkulit putih.
Akupun terpesona pada seorang ibu yang duduk sejajar di angkutan kota(Mikro)...parassnya blasteran.
Manado memang berbeda, 
Mikronya unik, tampilan dalam maupun luarnya sangat beda
Pada umumnya, angkot duduk sederet berhadapan, tetapi mikro, semua kursinya menghadap ke depan.
Para pemilik  maupun pengemudinya berlomba lomba untuk membuat mobil mereka semenarik mungkin dengan menambahkan audio (dengan subwoofer) seperti layaknya yang pernah kita lihat pada lomba audio otomotif dan merancang jok penumpang senyaman mungkin, menyerupai dengan jok mobil pribadi tapi juga tidak semua mikro di Manado di “hias” seperti ini.
Aku pikir, supir berhenti mengambil penumpamg, ternyata mereka saling nukar CD sesama supir, membagikan lagu yang sedang hit,menyetel lagu saangatt keras.
Bukan cuma audio dan aksesoris lain di dalamnya saja yang beda, banyak juga melihat mikro mikro di Manado yang ceper seperti mobil balap...luar biasakan.
.
Puas berkeliling dengan Mikro, tiba di hotel,.aku disambut senyum lebar mbak Ninit, terlambatt karena ada keperluan, ah! itu biasa di negara enam dua plus.
Yang aku ingat, selama.perjalanan di Manado, hidangam woku di restoran danau Tondano.
rasanya enakkkk, makan ditemani  angin danau yang kencang dan gelombang air yang kuat, menambah makan bertambah tambah.
Sehabis makan, kita mencuci tangan di wastafel, selalu ditemukan odol, dalam hati: apadisuruh sukat gigi?
Tenyata odol, berfungsi untuk menganti sabun cuci tangan, dengan odol, bau amis ikan akan hilang. Memang sih, terbukti!
.
Melelahkan .perjalanan seharian ini tapi menyenang. yang kurang aku suka,.susahnya mencari masjid atau musyola untuk sholat di sini. Apakah karena mayoritas penduduk non Muslim...Terlihat gereja dibangun saling berlomba setiap beberapa kilometer, masjid malah jarang. 
Akhirnya, aku mengakhiri perjalanan hari.ini dengan duduk di tepi pantai.
Memandang pulau Bunaken dari jauh.
Memgagumi keindaham warna warni ikan dari lantai perahu yang diberi kaca...Masya Allah.
.
Senja temaram ditemani sepiring pisang goreng, dicocol sambal roa yang pedasnya level 10.
Nikmat mana yang kau dustakan?
.
Bumi Angin Mamiri,.ditahun 2008.





No comments:

Post a Comment