Tuesday, June 28, 2016

Bukber Pertama di Luar Rumah


Bukber bulan Ramadan di luar rumah menjadi kebiasaan beberapa orang dengan tujuan menyambung silaturahmi dengan saudara atau teman, anggaplah reuni kecil kecilan. Kadang sengaja memilih di Restoran untung menganti suasana dan menikmati menu makan yang berbeda.

Masalahnya, saya memang tahun ini memyatakan nggak dulu deh bukber di luar, kecuali dengan saudara.
Eh! nyatanya bulan Puasa sudah memasuki sepuluh hari terakhir saya belum pernah bukber. Menyedihkan...*ngelap air mata.
Kemarin, anak gadis saya sms, mau ngajak buka bersama, makan di luar... Mama pilih tempat, Ica yang bayar. Terharu saya, maklumlah  si gadis ngekost dan sibuk bekerja di Jakarta.
Semangat banget rasanya mau bukber, biasanya ngunyah takjil sendirian. 

Ketiduran

Karena ada urusan seharian, saya pulang ke rumah jam 5 sore, buru-buru sholat ashar, waktunya nyempil banget.
Masih pakai mukena, saya rebahan, ahh..lumayan istirahat sebentar, entar buka minum susu aja...Blas, saya lupa janjian bukber sore itu.

Telepon saya berdering, saya gelagepan. 
Hah! kamar gelap, rasanya sunyi banget.
"Ma...siap-siap." 
Suara di ujung telepon.
Masih belum sadar betul, "Emang ini sudah buka?"
"Mamaaa...sudahhh."

Ya Allah, saya ketiduran sejam, Magrib sudah  lewat.
Masya Allah, ketiduran yang begitu nikmat, sampe buka puasa bablas.
Baru saja selesai meneguk segelas susu, anak saya sudah datang.

Siap-siap berangkat bukber yang lewat setelah sholat Magrib.
"Kita, makan dimana, Ma?" 

Tak bisa menjawab, kalo ditanya mau makan apa? perasaa orang berpuasa itu pasti bingung, semua mau dimakan, rasanya cuman satu kata, enak.

Hening...
Aha, baru saya ingat, tadi pagi menuju rumah kakak perempuan saya, di jalan Raya Gunung Batu, ada restoran khas Makassar, sudah berapa kali pingin mampir, nggak jadi melulu.

Restoran Vs Warung Pinggir Jalan

Suasana restoran yang sepi, dindingnya pun kosong nggak ada hiasan, bangkunya tersusun seadanya. Restoran yang terletak dipojok salah satu ruko, ukurannya lumayan luas, sayang auranya kurang menarik pengunjung. 
Hanya dua orang pengunjung yang datang. Membuat sedikit ragu. Karena sudah niat mau makan di sini, ya sudahlah, mari kita bukber.

Seorang pramu saji menaruh kertas menu, pegawai cuman dua, dia dan satu di dapur.

Saya pencinta santapan Nusantara, rata-rata saya sudah mencicipi kuliner khas Makassar, Sop Konro, Coto Makkasar, Pallumara bandeng dan tongkol, itu sudah biasa bagi saya. 

Karena belum makan nasi, saya pilih Coto Makassar, untuk menu manis saya pilih, es pisang ijo, ada yang hampir sama, es pallu butung. Bedanya cuman dipisangnya, es pisang ijo makai baju ico, kalo es pallu mara pisangnya polos dipotong-potong.

Anak saya rupanya nggak mau makan, masih kenyang makan camilan di jalan. Waah..ini menu yang lama saya incar. Mie Titi. Menu yang selama ini, hanya saya lihat dari foto-foto temen kalau berkunjung ke Makasar. Penasaran.

Tak lama makananpun tersaji. 

Coto Makasarnya, kuahnya tak kental, biasanya coto Makasar itu rasanya mantaf. Ini kok beda... Ya sudah saya mencoba menikmati, dannn...baru kali ini, nasi saya cuman bisa habis separuh saja, selanjutnya menghirup kuah soto. Ada yang salah dengan selera saya, atau rasanya memang nggak joss.

Sepertinya, pisang ijo ini terlalu lama di simpan dikulkas, jadi rasanya keras, bubur sumsumnya pun encer. Yang membuat segar hanya karena ada es serut, dan sirup. Itupun tak habis...Yang habis malah air putih diberi es batu, itu yang ludes segelas.

Terakhir, sepiring Mie titi ukuran jumbo. Saya pikir kok mirip mie koclok Cirebon, kebetulan saya orang Cirebon. Toping mie koclok dibuat dari  campuran santan dan tepung maizena, diberi suwiran ayam dan seledri. Entah itu hanya dugaan saya saja...

Setelah saya coba, mie titi memang berbeda dari mie umumnya. mie tidak direbus terus ditiriskan, tapi mie telur digoreng kering kecoklatan dan diberi toping. aihh..ini saos putihnya, mengumpal mirip bubur lem, kemana ya potongan ayamnya,  
Saya berusaha mencari sisi nikmatnya, mungkin tidak familiar di lidah saya. Yang enak cuman mie kering, kriuk kriuk , sausnya kurang mengena.

Semua makanan tak ada yang habis, saya pun melirik meja sebelah di seberang. Kondisinya pun hampir mirip dengan saya. Berarti bukan menunya yang salah, tapi cara pengolahan. Bisa jadi, restoran ini sepi pengunjung, hingga bahan makanan masih banyak tersisa, hanya dipanasin saja. Akhirnya, rasa makananpun berbeda di banding yang fresh.
Setelah anak saya membayar di kasir, mungkin ini pertama dan terakhir berkunjung di restoran ini. Mungkin pula dalam beberapa bulan, restoran ini sudah tutup kalau rasa makanannya begitu.

Ah, semoga saja tidak. Tadinya saya mau jujur dengan pramusaji, tapi nggak enak, nanti dicap nyinyir. 
Bukber pertama di luar rumah gagal total, karena tak kenyang. Makanya jangan suka coba-coba,batin saya...Tapiii, saya tetap bersyukur bukber ini, rasanya senang ditemani anak, sekalipun makanannya diluar harapan, tetap bersyukur.

"Sebentar...stop...stop." saya menyuruh anak saya berhenti. Si gadis spontan injak rem mobil, maklum perintah tak bisa di tolak. 
Saya keluar menuju warung pecel lele langganan saya. Letaknya di pinggir jalan Raya Gunung Batu. Hanya ada dua meja panjang dengan deretan kursi plastik. Tempat yang sangat sederhana berdinding kain, angin bebas berkeliaran. Pengunjungnya banyak dan antri.

Saya memilih ayam, ati rempela. Semua dibungkus untuk dimakan di rumah saja.

Sampai di rumah, saya tersenyum gembira, Masya Allah...makanan warung pinggir jalan  sajiannya lezat nian. Bumbu ayam meresap sempurna, lalapan sederhana, kol dan irisan timun. Yang bakal tak terlupakan saat menyantapnya, sambalnya beda sekali, rasa pedasnya pas, perpaduan tomat, kemiri goreng dan wijennya menari-nari di lidah. Sambel diulek tidak diblender, jadi kekentalan menyatu, endeus banget.

Ini baru rasanya...Enaknya luar biasa.
Restoran vs Warung pinggir jalan, saya pilih yang terakhir.

Bogor, 22 Ramadan 1437H














4 comments:

  1. Masakan Makassar aku sukaaa semua. Itu yang paling atas, mie titi kan?

    ReplyDelete
  2. jadi mubadzir gitu ya kalo banyak yang sisa gara2 kurang sedap dan nikmat..

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya...stelah lebaran, cafe ini dinyatakan tutup hingga kini.

      Delete