Sunday, March 6, 2016

Oseng Lantar, si Uhat Kujang.

Suara meriah usai subuh.
Suara sunduk beradu dengan permukaan wajan. Srengg... srenggg dari arah dapur rumah Mina Pancar. Sambil memasak, Mina sibuk pula menelpon saudara tuanya di Cirebon, Ibu saya.

Ditambah lagi, Bapak tua yang tinggal di samping kanan rumah Mina, tampaknya sedang galau hebat. Nyetel lagu dangdutnya full volume.
Tak mau kalah, rumah di sebelah kiri pun terdengar teriakan Acil sedang memarahi gadisnya yang pulang kemalaman. Ngomel-ngomel, si anak malah ngeluyur naik motor.
Duniaku yang sungguh ohhhh...

Setelah sholat subuh, sengaja saya tidur lagi karena masih ngantuk, habiss, saya pulang rada malam kebantuin Fitri, sepupu yang punya hajad Mantenan.
Mendengar suara tadi, saya  terbangun mengumpul jiwa yang ingin bersatu dengan raga. Diantara kantuk, dan gema dimana-mana.
"Mbakkk, kita makan linggis...hihihi." Sepupu saya, Inur menunjukkan sepiring masakan pagi, sayur yang dipotong setelunjuk memang mirip mini linggis, namanya lantar.

Saya hanya tersenyum mendengarnya, guyonan yang membuat saya beranjak ke arahnya. Harum oseng lantar pedas, kepulan nasi hangat, dan teh manis sungguh mengoda. Saya jadi malu hati, tamu tak tau diri.
Kemarin, sengaja saya ke pasar besar untuk membeli sayur-sayuran khas Dayak, salah satunya Lantar. Mumpung di Palangka Raya, pingin makan masakan tradisional khas Dayak. Kalau di Bogor susah sekali menemukan lantar, rimbang, singkah rotan.
Lantar atau sulur sebenarnya uhat kujang(akar keladi), yang nanti bakal menjadi anak keladi. Tumbuhan vegetatif yang menjalar dari tubuh induknya keladi. Pertumbuhannya yang kerdil menjulur menjalar ke samping dari bagian bawah pohon induk, menyebabkan dinamai lantar karena ngelantar, tidur berebah.

Biasanya lantar hidup di habitat tanah kosong, atau tanah becek yang dangkal. Tumbuh dengan liar. Inilah ke khas kujang atau keladi di Kalimantan, punya anak, si Lantar.
Seperti keladi pada umumnya, lantar juga enak diolah berbagai macam masakan khas yang mengoyang lidah. Testur lantar yang lembut, mirip asparagus, membuat lantar sangat digemari banyak orang. Etapi....lantar harus diolah dengan tepat, karena ada beberapa lantar setelah dimakan mengakibatkan sedikit gatal.
Katanya sih, lantar yang nggak terendam air, di jamin nggak gatal. Masalahnya, setiap penjual di pasar, selalu bilang, ini yang nggak gatal. Ya sudahah, dibeli aja yang ada, seikat cuman Rp. 5.000,-

Jujur, saya nggak bisa memasak lantar. Makanya, saya serahkan saja pada yang ahli lantar, Mina Pancar, juru masak di perusahaan kayu di Tumbang Samba.
Mina menuturkan, cara mengolah lantar agar nggak gatal, banyak caranya, ada yang diberi garam dan tak usah dicuci.

Tips mengolah lantar yang paling sering dipergunakanya sesuai pengalaman sebagai juru masak di hutan. Lantar dikupas dari kulit luarnya, potong sesuai selera, cuci bersih.Lalukan perebusan untuk menghilangkan getah lantar. Rebus air hingga mendidih, masukkan lantar dan garam. Masak setengah matang, kemudian tiriskan. Barulah lantar rebus siap diolah menjadi berbagai masakan khas Dayak.

Umumnya, lantar yang dimasak berkuah, dicampur terong dayak (rimbang) dan ikan sungai, namanya juhu asem lantar, adapula dimasak mempergunakan santan.

Baru kali ini saya makan lantar yang dioseng. Agar masakan lebih nikmat, juga salah satu cara menghilangkan gatal, lantar dimasak mempergunakan lombok yang banyak. Orang Palangka menyebut cabe dengan lombok.
Rasa oseng lantar terpadu sempurna dengan campuran irisan terong asam Dayak(Rimbang). Asam, sedikit manis dan pedassss....

Bumbu oseng lantar pedas juga sederhana, cukup irisan bawang merah, bawang putih, lombok, garam dan sedikit terasi. Oseng dengan minyak sedikit, masukkan lantar, rimbang, tambahkan garam dan penyedap sesuai selera. Untuk meresapkan bumbu, berilah air sedikit saja, aduk merata hingga bahan masak dan wangi.

Sebenarnya, makan lantar bikin deg-degan, sekalipun yang masak ahli, tetap saja was-was.
Gatal, nggak, gatal, nggak.
Setelah sarapan oseng lantar pedas... 
Tunggu detik menebarkan, adakah reaksi di langit tenggorokan.

...Hmmm...ternyata, oseng lantar pedas Mina Pancar, memang yahud. Nggak meninggalkan gatal. Legaaa....*ngelus tenggorokan.

#Ceritaku di Palangka Raya.


7 comments:

  1. garam memang ampuh dalam menghilangkan rasa gatal pada sayur atau buah yah Mbak :)

    baru tau lantar ini bisa dimakan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang saya akui, jarang ada yang mau makan lantar. Tapi kalo di kalimantan, ini makanan yang favorit di masak. Rasanya lembut...tapi kadang gatal

      Delete
  2. Aku suka banget makan sulur ini mba.. tp memang seringnya gatal.. hiks..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe...yaitu pang, habis makan, malah degdegan...gatal, kada, gatal, kada

      Delete
  3. Wah.. kerenn.. aku suka kuliner dan suka mencoba rasa baru. Penasaran gimana rasanya lantar :)

    ReplyDelete
  4. Wah.. kerenn.. aku suka kuliner dan suka mencoba rasa baru. Penasaran gimana rasanya lantar :)

    ReplyDelete